Wednesday, August 21, 2019

"Kehendak Bebas" Vs. "Proses Biokimia Otak"

Pada abad 18, manusia seperti sebuah kotak hitam misterius. Kita tidak tau betul bagaimana sistim kerja di dalam tubuh manusia.

Dalam abad lalu, ketika para ilmuwan bisa membuka kotak hitam manusia, mereka menemukan bahwa tidak ada yang namanya "jiwa", tidak ada kehendak bebas - juga tidak "diri" - yang ada hanya gen-gen, hormon-hormon, neuron-neuron yang mematuhi hukum fisika dan kimia yang sama dengan mengatur seluruh realitas lainnya.

Kini ketika para sarjana bertanya mengapa seorang pria menarik pisau dan menusuk.seseorang sampai mati, jawaban "karena dia memilih untuk melakukannya" tidak memadai lagi.

Para ahli genetika dan ilmuwan otak memberi jawaban yang lebih terperinci. "Dia melakukan itu karena ada suatu proses elektrokimiawi dalam otak, yang dibentuk oleh susunan genetik tertentu, yang merefleksikan tekanan-tekanan evolusi kuno bercampur dengan mutasi-mutasi kebetulan".

Proses elektrokimiawi otak yang menghasilkan pembunuhan itu bisa deterministik, acak, atau kombinasi dari keduanya, tetapi semuanya tidak ada yang bebas.

Temuan ini meruntuhkan postulat liberalisme bahwa manusia punya kehendak bebas. Tidak ada yang deterministik maupun acak. Keputusan apapun sepenuhnya ada ditangan kita. Titik.

Kenapa saya milih jokowi bukan prabowo atau sebaliknya? Saya tidak memilih keinginan-keinginan ini. Saya merasakan suatu keinginan tertentu menggoda dalam diri saya karena inilah perasaan yang ciptakan oleh proses-proses biokimiwai dalam otak saya. Proses ini bisa deterministik atau acak, tetapi tidak bebas.

Sebuah eksperimen menyebutkan bahwa peristiwa-peristiwa neuron dalam otak mengindikasikan keputusan seseorang sudah mulai sejak beberapa ratus juta detik sampai ke beberapa detik sebelum orang itu menyadari pilihannya.

Jika saya memilih keinginan yang baik, saya akan masuk surga; jika saya memilih keinginan yang buruk, saya menuju neraka. Muncul pertanyaan, bagaimana sesungguhnya saya memilih keinginan-keinginan saya? Mengapa, misalnya Hawa memilih makan buah terlarang yang ditawarkan oleh ular? Apakah keinginan itu memaksanya? Apakah keinginan itu hanya muncul begitu saja dalam pikirannya secara kebetulan? Atau dia memilih secara bebas? Jika memang dia tidak memilihnya secara bebas, mengapa dia harus dihukum?
Meskipun demikian, begitu kita menerima bahwa tidak ada jiwa dan manusia tidak punya esensi batin yang disebut "diri", maka tidak masuk akal lagi bertanya.

Meragukan kehendak bebas bukan hanya sebuah latihan filosofis. Ini ada implikasi praktisnya. Bahwa jika organisme benar-benar tak punya kehendak bebas, maka implikasinya adalah kita bisa memanipulasi, bahkan.mengendalikan kehendak mereka dengan menggunakan obat, rekayasa genetika, atau stimulasi otak langsung.

Teknologi simulator transkranial yang bisa memanipulasi pola-pola elektrik otak, akan berdampak sangat besar pada umat manusia. Misalnya bisa belajar dan bekerja lebih efisien, menghebatkan diri dalam hobi, dll.

@AOS

No comments:

Post a Comment