Kaum ateis militan menyatakan bahwa dunia internal adalah wilayah
delusi, fantasi, takhayul, dan sebagainya. Mungkin saja. Namun segala
sesuatu mengenai realitas juga berada dalam dunia internal. Seorang
ateis menganggap fenomena supernatural sebagai omong kosong belaka.
"Bagaimana anda bisa menyerang yang supernatural", tanya saya, "padahal anda tidak bisa menjelaskan yang natural? Sains otak tidak punya jawaban tentang bagaimana anda melihat saya sekarang, atau mengapa mawar berbau sedap, atau apa yang membuat langit menyala saat matahari terbenam."
Saya menceritakan kebenaran secara harfiah. Neuorosains melacak jejak pengalaman saat memindai aktivitas otak yang banyak sekali. Namun pemindaian menggunakan CAT atau MRI tidak bisa menghadirkan pendar cahaya matahari saat terbenam, aroma bunga mawar, atau gumaman seorang yang anda cintai. Pandangan dan suara dunia tercipta di dalam pikiran. Ini adalah subjek yang dalam, namun kebenaran yang mendasar cukup simple dan jelas. Tanpa pikiran, dunia yang sudah familier akan lenyap. Seperti yg dikemukakan oleh ahli saraf terkemuka asal Inggris Sir John Eccles, "Saya ingin anda menyadari bahwa tidak ada warna di dunia alami, dan tidak pula ada suara - tak ada semua itu; tak ada tekstur, tak ada pola, tak ada keindahan, tak ada aroma."
Reaksi reaksi kimia tidak bisa menjelaskan apa yang dilakukan oleh pikiran. Glukosa adalah gula sederhana yang bisa dengan mudah dibuat di laboratorium. Glukosa juga merupakan makanan utama bagi otak. Bagaimama sebuah molekul gula sederhana bertingkah dalam sebuah tabung reaksi? Ternyata tidak bertingkah apapun: ia hanya diam. Namun begitu ia melewati pembatas darah-otak, glukosa dalam otak anda akan berfikir, merasa mengingat, berharap, merasa takut, dan bermimpi-dan seterusnya, demikian ujar orang orang materialis.
Namun neuorosains belum pernah mengindentifikasi langkah yangg membuat gula menjadi sadar-dan neuorosains memang tak akan bisa. Tidak mungkin kita mengintip sebuah neuoron dengan bantuan mikroskop elektron lalu berseru, "Aku baru saja melihat molekul glukosa itu berubah menjadi warna merah," karena memang tidak terjadi. Tak ada zat kimia dalam otak anda yang memiliki pemikiran, merasakan emosi, atau melihat warna -warna. Tetapi anda bisa. Bagaimana pikiran anda mengubah foton menjadi gambaran matahari terbenam? Bagaimana pikiran anda mengubah molekul-molekul udara yang bergetar menjadi suara musik? Tak seorang pun mengetahuinya. Ketika Dennet (salah satu dari 4 rasul/nabi ateis militan) menyatakan bahwa tak ada misteri dalam sains, dia sedang mengungkapkan kebodohan yang parah.
Anda tak punya hak untuk mementahkan seorang santo yang pernah memiliki penerawangan mengenai Tuhan ketika anda tak mampu menjelaskan bagaimana kita melihat benda benda biasa seperti alat pemanggang roti atau sepatu basket. Anda tak bisa mematahkan misteri s
piritualitas ketika segala sesuatu di sekitar anda adalah sebuah misteri. Empat rasul/nabi ateis militan itu sama seperti kita - mereka melakukan hal ajaib dengan mengubah data mentah menjadi sebuah dunia dengan cahaya, suara, tekstur, rasa, dan bau. Satu-satunya perbedaanya adalah bahwa mereka begitu buta terhadap bagaimana keajaiban dilakukan, sebab mereka menolak bahwa keajaiban itu ada.
"Bagaimana anda bisa menyerang yang supernatural", tanya saya, "padahal anda tidak bisa menjelaskan yang natural? Sains otak tidak punya jawaban tentang bagaimana anda melihat saya sekarang, atau mengapa mawar berbau sedap, atau apa yang membuat langit menyala saat matahari terbenam."
Saya menceritakan kebenaran secara harfiah. Neuorosains melacak jejak pengalaman saat memindai aktivitas otak yang banyak sekali. Namun pemindaian menggunakan CAT atau MRI tidak bisa menghadirkan pendar cahaya matahari saat terbenam, aroma bunga mawar, atau gumaman seorang yang anda cintai. Pandangan dan suara dunia tercipta di dalam pikiran. Ini adalah subjek yang dalam, namun kebenaran yang mendasar cukup simple dan jelas. Tanpa pikiran, dunia yang sudah familier akan lenyap. Seperti yg dikemukakan oleh ahli saraf terkemuka asal Inggris Sir John Eccles, "Saya ingin anda menyadari bahwa tidak ada warna di dunia alami, dan tidak pula ada suara - tak ada semua itu; tak ada tekstur, tak ada pola, tak ada keindahan, tak ada aroma."
Reaksi reaksi kimia tidak bisa menjelaskan apa yang dilakukan oleh pikiran. Glukosa adalah gula sederhana yang bisa dengan mudah dibuat di laboratorium. Glukosa juga merupakan makanan utama bagi otak. Bagaimama sebuah molekul gula sederhana bertingkah dalam sebuah tabung reaksi? Ternyata tidak bertingkah apapun: ia hanya diam. Namun begitu ia melewati pembatas darah-otak, glukosa dalam otak anda akan berfikir, merasa mengingat, berharap, merasa takut, dan bermimpi-dan seterusnya, demikian ujar orang orang materialis.
Namun neuorosains belum pernah mengindentifikasi langkah yangg membuat gula menjadi sadar-dan neuorosains memang tak akan bisa. Tidak mungkin kita mengintip sebuah neuoron dengan bantuan mikroskop elektron lalu berseru, "Aku baru saja melihat molekul glukosa itu berubah menjadi warna merah," karena memang tidak terjadi. Tak ada zat kimia dalam otak anda yang memiliki pemikiran, merasakan emosi, atau melihat warna -warna. Tetapi anda bisa. Bagaimana pikiran anda mengubah foton menjadi gambaran matahari terbenam? Bagaimana pikiran anda mengubah molekul-molekul udara yang bergetar menjadi suara musik? Tak seorang pun mengetahuinya. Ketika Dennet (salah satu dari 4 rasul/nabi ateis militan) menyatakan bahwa tak ada misteri dalam sains, dia sedang mengungkapkan kebodohan yang parah.
Anda tak punya hak untuk mementahkan seorang santo yang pernah memiliki penerawangan mengenai Tuhan ketika anda tak mampu menjelaskan bagaimana kita melihat benda benda biasa seperti alat pemanggang roti atau sepatu basket. Anda tak bisa mematahkan misteri s
piritualitas ketika segala sesuatu di sekitar anda adalah sebuah misteri. Empat rasul/nabi ateis militan itu sama seperti kita - mereka melakukan hal ajaib dengan mengubah data mentah menjadi sebuah dunia dengan cahaya, suara, tekstur, rasa, dan bau. Satu-satunya perbedaanya adalah bahwa mereka begitu buta terhadap bagaimana keajaiban dilakukan, sebab mereka menolak bahwa keajaiban itu ada.
No comments:
Post a Comment