Wednesday, August 21, 2019

REVOLUSI SAINTIFIK: Manusia Menggantikan Tuhan-tuhan?

Suatu kali Isaac Newton duduk di bawah pohon apel ketika sebuah apel masak jatuh di atas kepalanya. Newton kemudian bertanya-tanya, mengapa apel jatuh ke bawah, bukan menyamping atau ke atas. Penyelidikannya membawa dia menemukan teori gravitas dan hukum mekanika.

Kisah Newton mengubah mitos pohon pengetahuan di atas kepalanya. Di surga Eden ular menginisiasi drama, menggoda manusia untuk berdosa sehingga menyebabkan murka Tuhan kepada mereka. "Adam dan Hawa adalah mainan bagi ular dan Tuhan sekaligus", tulis Harari. Sebaliknya di taman Woolsthorpe manusialah pemain tunggalnya. Revolusi Saintifik yang dibantu oleh Newton, mendorong Tuhan ke tepi.

Ketika para penerus Newton harus menulis mitos Kejadian, mereka tak perlu menggunakan Tuhan dan ular. Taman Woolsthorpe dijalankan dengan hukum alam buta, dan inisiatif untuk menggambarkan hukum-hukum ini adalah manusiawi belaka. Cerita ini memang dimulai dengan sebuah apel yang jatuh di atas kepala Newton, tetapi apel itu jatuh tanpa punya tujuan apapun.

Dalam mitos Taman Eden, tulis Harari lebih lanjut, manusia dihukum atas keingintahuan mereka dan karena keinginan mereka untuk memperoleh pengetahuan. Tuhan mengusir mereka dari surga. Dalam mitos taman Woolsthorpe, tak seorang pun yang menghukum Newton - sangat berlawanan. Berkat keingintahuannya, umat manusia mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang alam semesta, menjadi lebih kuat dan maju selangkah menuju surga teknologis. Tak terhitung jumlah guru di seluruh dunia menceritakan mitos Newton untuk mendorong keingintahuan, dengan pesan bahwa hanya dengan mendapatkan pengetahuan yang cukup, kita dapat menciptakan surga di sini, di atas Bumi.

Nyatanya, Tuhan pun ada bahkan dalam mitos Newton: Newton sendirilah tuhannya. Ketika bioteknologi, nanoteknologi, dan buah-buah lain dari sains masak, homo sapiens akan mengejar kekuatan ilahiah, dan tiba kembali ke titik semula kepada pohon Pengetahuan biblikal. Para pemburu pengembara kuno hanyalah spesies-spesies lain dari binatang. Para petani melihat diri mereka sendiri sebagai puncak dari ciptaan. Para ilmuwan menaikkan kita menjadi tuhan-tuhan, pungkas Harari.

Jika Revolusi Agrikultur memunculkan agama-agama bertuhan, maka Revolusi Saintifik melahirkan agama-agama humanis, yang di dalamnya manusia menggantikan tuhan-tuhan. Kalau agama-agama bertuhan menyembah theo (Tuhan), humanis menyembah manusia. Ide dasar dari agama-agama humanis seperti liberalisme, komunisme, dan Nazisme adalah bahwa homo sapiens memiliki esensi unik dan sakral yang menjadi sumber segala makna dan otoritas di alam semesta. Segala yang terjadi dalam kosmos dinilai baik atau buruk menurut dampaknya bagi homo sapiens, ungkap Harari.

Jika teisme tulis Harari lagi, menjustifikasi pertanian tradisional atas nama Tuhan, maka humanisme menjustifikasi peternakan industri modern atas nama Manusia. Peternakan industri menyakralkan kebutuhan, hasrat, dan nafsu manusia, seraya merendahkan yang lain. Peternakan industri tidak punya kepentingan riil pada binatang, yang tidak sama-sama memiliki sifat sakral manusia. Dan, tuhan pun tidak ada gunanya karena sains dan teknologi modern memberi manusia kekuatan yang jauh melampaui kekuatan tuhan-tuhan kuno.

@AOS

No comments:

Post a Comment