Setiap hari kita
menyerap data tak terhitung jumlahnya melalui surel, telepon, dan
artikel. Kita tidak benar-benar tau dimana kedudukan kita dalam skema hal-hal yang lebih besar, atau bagaimana tumpukan data kita terhubung dengan
tumpukan data lain yang dihasilkan oleh miliaran manusia lain dalam
komputer.
Aliran data tanpa henti ini memicu penemuan dan guncangan baru yang tak seorang pun merencanakan, mengendalikan, atau memahaminya. Tak seorang pun memahami bagaimana ekonomi global berfungsi atau kemana politik global akan menuju. Memang tak seorang pun perlu memahaminya. Yang perlu kita lakukan hanyalah menjawab surel lebih cepat dan membolehkan sistim membacanya. Sebagaimana kaum kapitalis pasar bebas percaya pada kekuasaan pasar yang tak terlihat, kaum datais juga percaya pada kekuasaan tak terlihat aliran data.
Ketika sistim pemrosesan data global menjadi tahu segalanya dan berkuasa, maka berhubungan dengan sistim menjadi sumber makna. Manusia ingin menyatu dengan aliran data karena ketika kita menjadi bagian dari aliran data maka kita menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari kita sendiri.
Kaum datais percaya bahwa pengalaman tidak berguna jika tidak dibagi, dan bahwa kita tidak perlu - bahkan tidak bisa - mencari makna dalam diri kita sendiri. Kita hanya perlu merekam dan menghubungkan pengalaman-pengalaman kita pada aliran data besar, dan algoritma akan mampu menemukan maknanya dan memberitahu kita apa yang harus dilakukan.
Dataisme tidak terbatas pada risalah-risalah yang diam. Seperti setiap agama lainnya, ia memiliki ajaran-ajaran praktis. Pertama dan paling utama, seorang datais harus memaksimalkan aliran data dengan koneksi ke lebih banyak dan lebih banyak media, dan menghasilkan serta mengonsumsi lebih banyak dan lebih banyak informasi. Seperti agama lain yang sukses, dataisme juga bersifat misioner. Ajaran keduanya adalah menghubungkan segala hal pada sistim. Dan "segala hal" berarti lebih dari hanya manusia semata. Tubuh-tubuh kita, mobil dan jalan, kulkas di dapur atau ayam di kandang mereka, serta pepohonan di hutan belantara - semua harus terkoneksi pada Internet Segala Hal. Kulkas akan memantau jumlah telur di laci, dan mengimformasikan kepada kandang ayam kapan pengiriman baru dibutuhkan. Mobil akan berjalan bersama-sama yang lain, dan pohon di hutan akan melaporkan tentang cuaca serta kadar karbon dioksida.
Tapi menurut dataisme, pengalaman manusia tidak sakral. Manusia bukanlah pusat penciptaan (membantah humanisme). Manusia semata-mata hanya alat-alat untuk menciptakan Internet Segala Hal, yang mungkin akhirnya menyebar dari planet bumi untuk merambah seantero galaksi dan bahkan segenap alam semesta. Sistim pemrosesan data kosmis ini akan mirip Tuhan. Ia akan ada dimana-mana dan akan mengendalikan segalanya, dan manusia pasti akan lebur ke dalamnya ...
@AOS
Aliran data tanpa henti ini memicu penemuan dan guncangan baru yang tak seorang pun merencanakan, mengendalikan, atau memahaminya. Tak seorang pun memahami bagaimana ekonomi global berfungsi atau kemana politik global akan menuju. Memang tak seorang pun perlu memahaminya. Yang perlu kita lakukan hanyalah menjawab surel lebih cepat dan membolehkan sistim membacanya. Sebagaimana kaum kapitalis pasar bebas percaya pada kekuasaan pasar yang tak terlihat, kaum datais juga percaya pada kekuasaan tak terlihat aliran data.
Ketika sistim pemrosesan data global menjadi tahu segalanya dan berkuasa, maka berhubungan dengan sistim menjadi sumber makna. Manusia ingin menyatu dengan aliran data karena ketika kita menjadi bagian dari aliran data maka kita menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari kita sendiri.
Kaum datais percaya bahwa pengalaman tidak berguna jika tidak dibagi, dan bahwa kita tidak perlu - bahkan tidak bisa - mencari makna dalam diri kita sendiri. Kita hanya perlu merekam dan menghubungkan pengalaman-pengalaman kita pada aliran data besar, dan algoritma akan mampu menemukan maknanya dan memberitahu kita apa yang harus dilakukan.
Dataisme tidak terbatas pada risalah-risalah yang diam. Seperti setiap agama lainnya, ia memiliki ajaran-ajaran praktis. Pertama dan paling utama, seorang datais harus memaksimalkan aliran data dengan koneksi ke lebih banyak dan lebih banyak media, dan menghasilkan serta mengonsumsi lebih banyak dan lebih banyak informasi. Seperti agama lain yang sukses, dataisme juga bersifat misioner. Ajaran keduanya adalah menghubungkan segala hal pada sistim. Dan "segala hal" berarti lebih dari hanya manusia semata. Tubuh-tubuh kita, mobil dan jalan, kulkas di dapur atau ayam di kandang mereka, serta pepohonan di hutan belantara - semua harus terkoneksi pada Internet Segala Hal. Kulkas akan memantau jumlah telur di laci, dan mengimformasikan kepada kandang ayam kapan pengiriman baru dibutuhkan. Mobil akan berjalan bersama-sama yang lain, dan pohon di hutan akan melaporkan tentang cuaca serta kadar karbon dioksida.
Tapi menurut dataisme, pengalaman manusia tidak sakral. Manusia bukanlah pusat penciptaan (membantah humanisme). Manusia semata-mata hanya alat-alat untuk menciptakan Internet Segala Hal, yang mungkin akhirnya menyebar dari planet bumi untuk merambah seantero galaksi dan bahkan segenap alam semesta. Sistim pemrosesan data kosmis ini akan mirip Tuhan. Ia akan ada dimana-mana dan akan mengendalikan segalanya, dan manusia pasti akan lebur ke dalamnya ...
@AOS
No comments:
Post a Comment