Seperti nubuat para ahli biologi bahwa menjadi
bahagia tidak lebih dan tidak kurang dari mengalami sensasi jasmani
yang nikmat. Dan oleh karena biokimia kita membatasi volume dan durasi
sensasi itu, maka satu-satunya cara agar orang mengalami tingkat
kebahagiaan yang tinggi untuk jangka waktu lama adalah memanipulasi
sistim biokimiawi kita.
Definisi kebahagiaan itu ditentang sejumlah pakar. Salah satunya Daniel Kahneman, peraih nobel di bidang ekonomi. Dalam penelitiannya Kahneman mendapati bahwa walaupun membesarkan anak sangat merepotkan, namun sebagian besar orangtua menyatakan bahwa anak-anak mereka merupakan sumber utama kebahagiannya.
Definisi kebahagiaan itu ditentang sejumlah pakar. Salah satunya Daniel Kahneman, peraih nobel di bidang ekonomi. Dalam penelitiannya Kahneman mendapati bahwa walaupun membesarkan anak sangat merepotkan, namun sebagian besar orangtua menyatakan bahwa anak-anak mereka merupakan sumber utama kebahagiannya.
Temuan lain menunjukkan bahwa kebahagiaan bukanlah surplus momen nikmat
dibandingkan momen tidak nikmat. Kebahagiaan justru terdiri atas
memandang kehidupan seseorang secara keseluruhan sebagai bermakna dan
berarti. Ada komponen kognitif dan etis penting dalam kebahagiaan. Hidup
bermakna dapat luar biasa memuaskan bahkan di tengah kesusahan,
sementara hidup yang tak bermakna adalah siksaan berat tidak peduli
betapapun nyamannya.
Bagi orang-orang beragama yang percaya adanya kehidupan akhirat, mereka memandang kehidupannya jauh lebih bermakna di banding dengan orang-orang sekuler modern, yang dalam jangka panjang tidak bisa mengharap apa-apa dan tak bermakna.
Sejauh yang bisa kita ketahui, begitu kata kalangan saintifik, dari sudut pandang yang sepenuhnya saintifik, kehidupan manusia sama sekali tidak ada maknanya. Manusia adalah hasil evolusi buta yang beroperasi tanpa tujuan atau maksud. Tindakan kita bukanlah bagian suatu rencana kosmik ilahiah.
Pandangan saintifik ini menganggap makna kehidupan akhirat adalah delusi kolektif. "Ya, gak apa-apa katanya, selama tidak ada yang merusak fantasi mereka, kenapa mereka tidak boleh berbahagia dengannya"?
Makna-makna ukhrawi sama saja dengan makna-makna humanis modern, nasionalisme, dan kapitalis yang ditemukan orang-orang modern. Semuanya adalah delusi.
Pertanyaannya, benarkah kebahagiaan bergantung pada delusi?
Bagi orang-orang beragama yang percaya adanya kehidupan akhirat, mereka memandang kehidupannya jauh lebih bermakna di banding dengan orang-orang sekuler modern, yang dalam jangka panjang tidak bisa mengharap apa-apa dan tak bermakna.
Sejauh yang bisa kita ketahui, begitu kata kalangan saintifik, dari sudut pandang yang sepenuhnya saintifik, kehidupan manusia sama sekali tidak ada maknanya. Manusia adalah hasil evolusi buta yang beroperasi tanpa tujuan atau maksud. Tindakan kita bukanlah bagian suatu rencana kosmik ilahiah.
Pandangan saintifik ini menganggap makna kehidupan akhirat adalah delusi kolektif. "Ya, gak apa-apa katanya, selama tidak ada yang merusak fantasi mereka, kenapa mereka tidak boleh berbahagia dengannya"?
Makna-makna ukhrawi sama saja dengan makna-makna humanis modern, nasionalisme, dan kapitalis yang ditemukan orang-orang modern. Semuanya adalah delusi.
Pertanyaannya, benarkah kebahagiaan bergantung pada delusi?
@AOS
No comments:
Post a Comment