Empat ratus tahun yang lalu sains memasuki
konflik dengan agama karena ia tampaknya mengancam tempat menyenangkan
yang dimiliki manusia di dalam sebuah kosmos yang dirancang oleh Tuhan
dengan bentukan penuh tujuan.
Revolusi yang dimulai oleh Copernicus dan diakhiri oleh Darwin mengandung efek yang memarginalisasikan, bahkan menyepelekan wujud manusia. Manusia tidak lagi dimasukan di pusat skema yang agung itu, tetapi diasingkan ke peran insidental dan tampaknya tanpa tujuan dalam sebuah drama kosmis yang acuh tak acuh, layaknya adegan ekstra tanpa skenario yang secara kebetulan diikutkan saja kedalam setting pengambilan film besar.
Revolusi yang dimulai oleh Copernicus dan diakhiri oleh Darwin mengandung efek yang memarginalisasikan, bahkan menyepelekan wujud manusia. Manusia tidak lagi dimasukan di pusat skema yang agung itu, tetapi diasingkan ke peran insidental dan tampaknya tanpa tujuan dalam sebuah drama kosmis yang acuh tak acuh, layaknya adegan ekstra tanpa skenario yang secara kebetulan diikutkan saja kedalam setting pengambilan film besar.
Etos eksistensialis ini -- bahwa tidak ada signifikansi apapun dalam
kehidupan manusia melampaui apa yang di investasikan manusia itu sendiri
didalamnya -- telah menjadi leitmotif bagi sains. Demi alasan inilah
orang awam memandang sains sebagai ancaman dan penurunan nilai: ia telah
mengasingkan manusia dari alam semesta tempat mereka hidup.
No comments:
Post a Comment