Thursday, August 22, 2019

LIBERALISME: Setelah itu Apa?

Pada tahun 1938, umat manusia ditawari tiga cerita global untuk dipilih: fasisme, komunisme, dan liberalisme. Pada tahun 1968, hanya tersisa dua: komunisme dan liberalisme. Dan pada tahun 1998, sebuah cerita tunggal yang bernama liberalisme tampaknya berlaku: di tahun 2018 kita menuju titik nol. Elit liberal yang mendominasi sebagian besar dunia kehilangan disorientasi. Ketidakmampuan melakukan pemeriksaan realitas, membuat pikiran melekat pada skenario bencana. Banyak kaum liberal takut bahwa Brexit dan kebangkitan Donald Trump menandakan akhir dari peradaban manusia.

Rasa disorientasi dan akan datangnya malapetaka diperburuk oleh kecepatan disrupsi teknologi yang makin cepat. Sistim politik liberal telah dibentuk selama era industri untuk mengelola dunia mesin uap, kilang minyak dan televisi. Sulit baginya untuk menghadapi revolusi yang sedang berlangsung dalam teknologi informasi dan bioteknologi.

Sejak tahun 1990 an, internet telah mengubah dunia mungkin lebih banyak dibandingkan faktor lainnya. Sistim demokrasi masih berjuang untuk memahami apa yang sedang menghantamnya, dan hampir tidak memiliki perlengkapan untuk menghadapi goncangan berikutnya, seperti munculnya AI.

Yang lebih penting lagi, revolusi kembar dalam infotek dan biotek dapat merestrukturisasi bukan hanya ekonomi dan masyarakat, tetapi juga tubuh dan pikiran kita dan akan memberi kendali atas dunia di dalam diri kita, dan memungkinkan kita untuk merekayasa dan memproduksi kehidupan.

Kita akan belajar bagaimana merancang otak, memperpanjang kehidupan, dan membunuh pikiran berdasarkan kebijaksanaan kita. Tapi tidak ada yang tau apa konsekwensi dari semua itu.

Perkembangan ini membuat elite liberal ngeri, dan berharap umat manusia akan kembali ke jalur liberal pada waktunya untuk menghindari bencana. Dalam pidato terakhirnya di PBB, september 2016, Obama memperingatkan untuk tidak mundur 'ke dalam dunia yang terbagi secara tajam, dan akhirnya dalam konflik, di sepanjang garis usia bangsa dan suku dan ras dan agama'. Sebaliknya, katanya, 'prinsip-prinsip pasar terbuka dan tata kelola yang akuntabel, demokrasi dan hak-hak asasi manusia dan hukum internasional ... tetap menjadi landasan paling kuat bagi kemajuan manusia di abad ini'.

Obama menunjukkan bahwa meskipun masih banyak kekurangan dari paket liberal ini, tetapi masih jauh lebih baik dari alternatifnya. Kebanyakan manusia tidak pernah menikmati kedamaian atau kemakmuran yang lebih besar daripada yang mereka lakukan di bawah perlindungan orde liberal pada awal abad ke-21. Untuk pertamakalinya dalam sejarah, penyakit menular membunuh lebih sedikit orang daripada usia tua, kelaparan membunuh lebih sedikit orang daripada obesitas, dan kekerasan membunuh lebih sedikit orang daripada kecelakaan.

Tapi liberalisme tidak memiliki jawaban yang jelas terhadap masalah terbesar yang kita hadapi: keruntuhan ekologi dan disrupsi teknologi. Liberalisme secara tradisional bergantung pada pertumbuhan ekonomi untuk secara ajaib menyelesaikan konflik sosial dan politik yang sulit.

Liberalisme mendamaikan proletariat dengan borjuis, orang-orang beriman dengan ateis, penduduk asli dengan imigran, dan orang Eropa dengan orang Asia dengan menjanjikan setiap orang potongan kue yang lebih besar. Dengan kue yang terus berkembang, itu mungkin. Namun, pertumbuhan ekonomi tidak akan menyelamatkan ekosistim global - justru sebaliknya, itu adalah penyebab krisis ekologis. Dan pertumbuhan ekonomi tidak akan menyelesaikan disrupsi teknologi - sebaliknya, itu didasarkan pada penemuan teknologi yang semakin mengganggu.

Sebagai akibatnya, kita meninggalkan tugas bersama untuk menciptakan kisah yang diperbarui untuk dunia. Sama seperti pergolakan revolusi industri yang melahirkan idiologi baru untuk abad ke 20, maka revolusi dalam bioteknologi dan informasi teknologi yang akan datang kemungkinan akan membutuhkan visi baru yang segar. Dekade berikutnya mungkin ditandai oleh 'pencarian jiwa' yang intens dan perumusan model sosial dan politik yang baru. Mungkinkah liberalisme mengubah dirinya lagi, seperti yang terjadi di masa sesudah krisis tahun 1930 an dan 1960 an, lalu muncul dengan lebih memikat daripada sebelumnya? Bisakah agama tradisional dan nasionalisme memberikan jawaban yang membebaskan kaum liberal, dan bisakah mereka menggunakan kebijaksanaan kuno untuk membentuk pandangan dunia yang terbaru? Atau jangan-jangan sudah tiba waktunya untuk bersih-bersih dari masa lalu, dan menciptakan kisah yang benar-benar baru yang melampaui bukan hanya tuhan dan bangsa lama, tetapi bahkan inti nilai-nilai modern yakni kebebasan dan kesetaraan?
#21LessonsForThe21Century

@AOS

No comments:

Post a Comment